Tuesday, August 07, 2012

[Catatan Ramadan] ASI-16 : Obat Terbaik untuk Anakku

gambar pinjem dari sini 

Hari ini aku mau cerita pengalaman pribadiku seputar penyakit “ringan” maupun kondisi kesehatan yang tak menyenangkan yang dialami oleh anak-anakku, namun dapat ditanggulangi dengan ASI sebagai pertolongan pertama.

Pertama kali aku mendengar istilah bayi dengan bilirubin tinggi atau kalau umumnya suka dibilang bayi kuning, adalah ketika Billa berusia 4 hari. Aku ingat betul, betapa khawatirnya hati ini. Namun dokter Rina, sebagai dokter anak yang menangani kelahiran Billa, membuatku akhirnya percaya, bahwa Billa dapat sehat dan tak akan mengalami masalah kesehatan yang berat, jika aku percaya diri dalam memberikan ASI.

Karakter beliau yang tegas dan smart, sangat mendukung mentalku untuk yakin, bahwa dengan supply ASI sebanyak dan sesering mungkin, maka billirubin Billa akan kembali normal.

Pengalaman ini sangat berharga, karena ketika Aam juga mengalami billirubin yang lumayan tinggi, aku tak terlalu khawatir. Secara mental aku sudah tahu apa yang harus kulakukan, sehingga secara fisik, aku tinggal berusaha untuk tidak terlalu capek, agar ASI ku mengalir cukup untuk kesehatan Aam.

Pengalaman lain yang sangat membekas di hati, adalah ketika Billa terserang muntah-muntah dan diare di usianya ke 18 bulan, dan kami berada di Guangzhou. Kala itu adalah hari ke 2, dan aku tak tahu harus berobat ke mana, dan bagaimana komunikasi dengan dokternya.

Menjelang mendapatkan penerjemah dan dokter anak, Billa mengalami suhu tubuh yang tinggi dan tiba-tiba drop, hingga lemas sekali. Aku menyusui Billa sekitar 48 jam sebelum akhirnya kuputuskan untuk ke Gawat Darurat di Klinik dekat hotel kami menginap.

Tubuh Billa menyusut, dan berkurang 2 kilo. Hanya ASI 100% yang masuk ke dalam tubuhnya. Aku tak berani memasukkan susu formula ke tubuh Billa, dan Billa selalu memuntahkan bubur saring buatanku.

Akhirnya nyaris 2 hari, Billa bertahan dengan ASI saja. Aku nyaris kehilangan daya, akal dan sempat putus asa. Menyesali kepergianku ke Guangzhou. Namun, ketika aku ingat, bahwa Billa bergantung pada ASIku, dan aku harus tenang untuk menghasilkan ASI yang cukup bagi kesehatan Billa, maka kukuatkan mentalku, kuhanya menangis dalam sholat, dan terus menerus kuberikan ASI pada Billa.

Alhamdulillah, kamipun berhasil mendapatkan penerjemah, terus menemukan dokter anak yang tepat. (sebelumnya sempat ke dokter anak di RS pemerintah, tapi aku gak percaya dengan cara memeriksanya, entahlah.)

Saat itulah, aku sangat percaya, bahwa ASI memberikan kekuatan bagi Billa untuk bertahan hingga bertemu dokter yang tepat.

Selain dua kejadian di atas, aku juga banyak mendapatkan informasi, jika bayi terserang demam, diare, batuk dan pilek, maka obat atau penolong pertamanya adalah ASI. Aku termasuk orang tua yang tidak langsung pergi ke dokter, jika bayinya mengalami demam. Biasanya kutunggu hingga 48 jam atau 72 jam, dan memantau suhu tubuh bayi, sambil terus memberikan ASI.

Waktu Billa sempat diare, aku juga menghentikan susu formula, dan kembali memberikan ASI full untuk dia, hingga dia terlihat nyaman dan mau makan bubur kembali.

Kalau Billa dan Aam selesai disuntik imunisasi, biasanya rewel ataupun tubuhnya sedikit menghangat, maka ASI lah yang menjadi penolong utamanya. Alhamdulillah…

***

Pamulang, puasa hari keeeee…. 18 ya?

Ugh ini jeleknya kalau sempat dua hari keluar dari jalur kebiasaan.. jadi gak konsisten postingnya.. huhuhu…

2 comments:

  1. Uni Dian, jangan lupa bikin copy tulisan2n berharga ini ya.

    ReplyDelete
  2. kalau filenya di word ada anne.. udah setahun terakhir ini uni nulis di word dulu baru ke blog. cuma ya itu. komen2 dan info2 dari replyer itu lho gimana cara ngesavenya ya? hiks hiks...

    ReplyDelete