Tuesday, October 25, 2016

(Sharing Parenting) 7 Hal Yg Patut Diperhatikan Orang Tua Saat Hunting Sekolah Untuk Anak

Memiliki anak adalah sebuah karunia sekaligus titipan yang harus kita jaga dengan baik. Selain menjaga keimanan, kesehatan dan pergaulannya, kita sebagai orang tuanya patut memberikan pendidikan yang terbaik untuk mereka.

Lalu, apakah pendidikan yang terbaik itu harus identik dengan sekolah mahal? atau sekolah favorit? atau sekolah yang internasional?

Tidak bisa kita nafikan, bahwa pendidikan yang paling utama adalah dari rumah. Berasal dari contoh dan pelajaran dari orang tua masing-masing anak. Baru kemudian kita titipkan pada pendidikan di luar rumah. Meski sudah jamak pula, saat ini adanya lembaga Homschooling sebagai alternatif sekolah di rumah atau di satu lembaga khusus yang bekerja sama dengan pola dasar homeschooling.

Aku, tidak akan membahas soal Homeschooling, mengingat aku tak memiliki pengalaman soal ini. Meski, aku juga melibatkan diri dalam komunitas online Homeschooling, dengan tujuan memperkaya pengetahuanku mengenai pola mendidik anak di rumah atau saat anak-anak liburan dan butuh pendidikan melalui games atau permainan dan juga traveling atau jalan-jalan.

Kembali ke perihal pendidikan  lewat jalur formal atau sekolah. Adalah bukan hal mudah juga menentukan indikator saat mencari atau hunting sekolah bagi anak. Apalagi jika ini adalah anak pertama.

Berikut ini aku coba membagi pengalamanku saat mencari sekolah bagi putri pertamaku, yang kemudian memudahkanku saat memilih sekolah untuk putra keduaku.

1. Kondisi Keuangan

Dompet dan Kalkulator Adalah bagian krusial

Bicara memilih sekolah, berarti bicara budget pendidikan yang disiapkan oleh calon orang tua. Hal ini menjadi krusial, agar ke depan, orang tua tidak salah kesulitan dalam membayar biaya sekolah si anak.

Aku pribadi melakukan hunting nyaris ke 10 sekolah dasar di sekitar rumah. Yang kulakukan terlebih dahulu adalah membahas pada suami, perkiraan dana yang sudah disiapkan selama ini untuk kepentingan sekolah anak-anak. Ini bukan soal anak sulungnya saja, tapi juga mengantisipasi adik-adiknya juga. 

Budget pendidikan yang telah ditetapkan range atau batasan atas dan bawahnya akan memudahkan kita dalam menentukan pilihan sekolah. 

Bisa jadi range yang dipilih di kisaran  hingga 2 juta. Jika sampai pada level ini, maka pilihan sekolah negeri dekat rumah bisa menjadi alternatif. Sementara untuk sekolah swasta, baik berbasis islam ataupun umum, rangenya lebih bervariatif. ada yang 3 juta sampai 10 juta. Lalu ada 10 juta hingga 20 juta. Juga range di atas itu pun tidak sedikit. 

Sebagai orang tua, tentu kita menginginkan yang terbaik untuk anak. Namun tidak boleh lengah dan tak juga boleh lupa diri. Kantong ekonomi kita harus menjadi standar utama. 

Untuk putriku, aku dan suami sudah mempunyai asuransi dan juga tabungan. Sebetulnya cukup untuk masuk ke sekolah swasta berbasis islam dengan range 35 juta hingga 50 juta. Tapi masalahnya, aku dan suami memilih menurunkan range atau kisaran biaya yang akan dikeluarkan. Kami mengutamakan biaya masuk sekolah separuh dari range dana yang kami miliki. Kenapa demikian? Alasannya personal sebetulnya. Kami menginginkan bisa tetap menabung uang dari asuransi itu ke dalam bentuk lain, dan juga memperkirakan tetap banyak pilihan untuk sekolah swasta yang bagus di range 15 hingga 20 juta (biaya masuknya). 

Dengan demikian, kalkulator logika dibutuhkan di sini. Aku dan suami bukan tipikal ngoyo. Memiliki uang cukup tapi memaksakan diri masuk ke sekolah yang meski terjangkau, namun secara kualitas bisa ditemukan di sekolah lain yang biayanya sedikit lebih murah. Kelebihan biaya tersebut tentu bermanfaat untuk kembali ditabungkan dan digunakan untuk kebutuhan lain di saat yang tepat. 

Beberapa contoh di depan mataku menunjukkan, beberapa orang tua yang ngotot memasukkan anaknya ke sekolah dengan range terjangkau, namun pas atau cukup, membuat mereka memikir ulang saat hendak mendaftarkan adik dari anak mereka tersebut. Ada juga yang berkeluh kesah padaku, memikirkan ongkos ke sekolah, tidak saja ongkos kendaraan, namun tambahan-tambahan biaya yang muncul saat ada kegiatan. Bukan rahasia umum lagi, jika bersekolah di tempat yang cukup mahal, maka setiap kali ada kegiatan, orang tua murid kembali harus merogoh kantong lebih dalam untuk memberi tambahan dana jajan bagi anak tersebut. Misalnya saat karyawisata atau fieldtrip atau saat ada kegiatan lain yang mungkin melibatkan orang tua. 

Kupastikan, jika aku masuk ke sekolah dengan budget yang sama persis dengan dana pendidikan kami, itu artinya, aku dan suami harus mengeluarkan dana lagi untuk hal-hal tersebut di atas. Sebaliknya, jika aku memilih sekolah yang bagus namun biayanya tak sebesar sekolah yang rangenya sesuai budget, artinya, aku dan suami memiliki dana lebih. Sehingga saat anak membutuhkan dana tambahan terkait kegiatan di sekolah (seperti yang kutulis di atas), maka aku dan suami tak akan merasa dibebani atau kebakaran jenggot. Karena biaya tersebut sudah bisa diantisipasi dengan sisa uang yang sudah kami tabungkan tersebut. 


2. Jarak Tempuh Sekolah


Jarak tempuh mempengaruhi mood anak dalam sekolah
Terus terang, hal lain yang menjadi pertimbanganku adalah jarak tempuh. Mengapa? Karena aku berhitung dengan fisik dan kesiapan mental si anak, jika sekolah terlalu jauh. Hitungan jarak di sini aku hitung dengan waktu. Di kawasan jabodetabek, kayaknya, jarak agak sulit jika dihitung berdasarkan hitungan meter atau kilometer. Karena tingkat kemacetan menjadi pertimbangan dalam menghitung jarak tempuh tersebut.

Maka, range atau ukuran yang kugunakan adalah 5 menit hingga 30 menit adalah jarak tempuh yang dekat. Artinya, dengan ukuran jarak tersebut, aku bisa menghitung kondisi anak dan diriku saat mempersiapkan dirinya berangkat sekolah.

Ini juga pengukurannya dengan kendaraan bermotor yaa... bukan jalan kaki. Hehehe

Apabila budget sudah diperkirakan, maka jarak tempuh menjadi alat memfilter sekolah-sekolah yang menjadi piihan. Paling tidak, seumpama kita memiliki 15 pilihan sekolah berdasarkan budget, maka pilihan jarak tempuh dapat membuat kita mengurangi keruwetan memilih sekolah, yakni hanya melihat sekolah-sekolah dengan jarak tempuh yang sudah kita tentukan sendiri.

Hal ini memang sangat subyektif. Ada banyak orang tua yang menganggap perjalanan 1 jam ke sekolah bukanlah masalah. Anak-anak bisa tidur lagi di mobil atau belajar dalam kendaraan tersebut.
Namun, tidak sedikit, anak-anak yang mood pergi sekolahnya menjadi buruk, akibat jarak tempuh yang relatif jauh apalagi karena macet, dan ini bisa mempengaruhi perasaan dan kenyamaan si anak saat bersekolah. Meski tidak berarti sekolah jauh akan membuat anak jadi tempramental, tidak demikian. Akan tetapi, memilih sekolah dengan jarak relatif dekat, akan membuat nyaman si anak dan kemungkinan kesal karena macet juga tidak muncul.

Beberapa temanku, memilih menyekolahkan anak dekat rumah, juga dengan pertimbangan keamanan. Sebagian beranggapan jika sekolah dekat rumah, anak sudah kenal lingkungannya. Kemudian, jika anak ketinggalan bawa PR atau pakaian olahraga atau buku, tidak menyulitkan diri si anak dan orang tua.

Aku pribadi, dulu bersekolah di SD negeri dekat rumah. Hanya berjalan kaki sekitar 5 menit saja. Meski terkadang kupilih jalan memutar, agar jauh dan lebih banyak pemandangan sih.. hehehe
Sementara untuk anakku, kupilih sekolah dengan jarak tempuh kurang lebih 20 menit di saat lancar. dan 30-45 menit saat macet melanda secara tiba-tiba (misalnya ada cor2an atau ada kendaraan  lain yang bermasalah di tengah jalan). Sejauh ini, anakku tak terlalu bermasalah. Selama 2 tahun pertama kuantar secara pribadi ke sekolahnya, dan ia memilih ngobrol atau tidur. Hanya saat ada UTS atau US, ia memilih belajar di mobil.
Sejak, menggunakan anter jemput mobil sekolah, ia memilih ngobrol dengan teman-temannya. Sehingga waktu 20an menit itu terasa cepat baginya. Apalagi dia tipe anak yang suka bicara. hehehe


3. Kurikulum dan Pola Didik Sekolah



Lokasi Sekolah Ini Menjadi Daya Tarik Anakku


Hal berikutnya yang patut diperhitungkan adalah pola didik dan kurikulum sekolah. Setiap orang tua pasti punya cita-cita dan rencana tersendiri terhadap pola didik anak. Namun jangan juga dilupakan, jika setiap anak memiliki karakter yang tak sama dengan anak-anak lain.

Aku pribadi menginginkan kurikulum yang tidak terlalu padat. Terus terang, aku mencari sekolah yang tidak memberikan PR kepada anak-anaknya. Jadi kalau bisa, semua urusan belajar itu ada di sekolah. Saat pulang sekolah, waktu bagi anak adalah bermain dan istirahat.

Beberapa sekolah bagus, kuperhatikan dari kelas 1 SD sudah memberikan setumpuk PR pada anak-anaknya. Aku mengukur kondisi dan kemampuan anakku. Tipikal kreatif dan tak bisa diam, serta tak begitu menyukai dunia akademik. Maka pilihan sekolah tanpa PR paling tidak di 3 tahun pertamanya di Sekolah Dasar termasuk hal yang menarik perhatianku. Di sekolah anakku yang sulung sekarang, dia jarang membawa pulang pekerjaan dari sekolah. Selama setahun itu tidak sampai 10 PR yang dikerjakan. Karena pola jam sekolah hingga siang (melewati jam 14.00) membuat sekolah memilih pelajaran dituntaskan di sekolah.

Pola didik di sekolah juga perlu diperhatikan. Untuk anak yang senang akademik dan tak ada masalah dengan duduk diam di bangku, tentu berbeda dengan anak yang senang alam terbuka dan kreativitas serta tak senang duduk berlama-lama di bangku. Cara guru menghadapi mereka, juga kiat guru mengantisipasi beberapa murid yang memiliki performance beda tersebut, termasuk  yang kuperhatikan dan kucari info terkait hal ini dari para orang tua yang anaknya pernah bersekolah di sekolah yang kudatangi.

Ada sekolah yang tidak melabel diri sebagai sekolah inklusif, namun menerima anak-anak yang berbeda dan berkebutuhan khusus. Ada sekolah yang terang-terangan tidak menerima kondisi anak-anak yang berbeda. Ada juga sekolah yang hanya mendasarkan diri pada tes masuk anak, tanpa memperhatikan prestasi lainnya. Dan ada juga sekolah yang inklusif, namun tentu dengan tambahan biaya dan lain sebagainya.

Pola didik ini tentu patut menjadi perhatian. Terutama jika memiliki anak yang khas dan istimewa. Buatku pribadi, cara guru menghadapi putriku saat jumpa, atau sikap kepala sekolah saat ditemui dan dimintai info soal pola didik sekolah, termasuk hal yang menjadi perhatian utama. Mungkin atau bisa jadi, tak banyak orang tua yang secerewet itu. Namun, jika memiliki anak yang khas atau istimewa, tentulah pola didik demikian menjadi hal yang patut diperhatikan.


4. Fasilitas Sekolah



Fasilitas sekolah perlu disesuaikan dengan minat anak 

Sebagian besar orang tua memilih sekolah, karena tertarik dengan fasilitas sekolah. Dan memang ini penting banget, jika si Anak juga berminat atas fasilitas tersebut.

Jangan sampai, orang tua tertarik pada sebuah sekolah yang punya 2 kolam renang, tapi si anak gak suka berenang. Anak malah suka kalau yang ada tim marching bandnya, atau yang punya klub science atau hal lainnya.

Sekedar mengingatkan,... memilih sekolah ini adalah untuk mendukung minat anak, bukan minat orang tua, apalagi karena supaya terlihat keren.

Sekedar gambaran fiksinya nih.... Kita bayangkan percakapan dua orang ibu-ibu berjumpa di satu tempat...

"Hei... anakmu sekolah di mana?"

"Itu lho...sekolah XXXXX yang ada kolam renang sendiri."

"Waaah, anakmu suka renang toh?"

"Errr... nggak juga sih,...dia demennya science club gitu, tapi kan keren kalau sekolah ada kolam renang sendiri..."

Dan si penanya akan bengong cantik dengar alasan demikian. Hehehe..

Tapi, jika anak kita memang demen olahraga, apalagi renang... maka patut kita mencarikan sekolah yang mendukung kegiatannya. Apalagi kalau sampai menjadi perwakilan sekolah dalam lomba-lomba tingkat nasional. Wah, keren banget itu!

Fasilitas lain tidak saja terkait olahraga. Tapi juga terkait fasilitas katering dan antar jemput. Ini memudahkan orang tua juga sebetulnya. Apalagi kalau ketemu sekolah yang pulangnya diatas jam 2 siang. Kudu pake katering, kecuali ibu atau orang rumah tipe rajin masak dan rajin anter makanan. Maka bisa diskip nih fasilitas katering sekolah. Demikian juga fasilitas antar jemput. Jika dihitung jauh lebih murah pake anter jemput, maka gunakan fasilitas ini. Tapi jika jatuhnya mahal atau tidak mengganggu jadwal kerja kita sebagai orang tua, maka fasilitas ini tak perlu dijadikan tolok ukur.

Saat hunting buat anakku kemaren, aku termasuk memikirkan soal Katering. Soalnya aku kebetulan bukan tipe yang bisa masak, dan kegiatan mengurus anak bungsu juga mempengaruhiku untuk tidak bolak balik ke sekolah, guna penghematan dana bbm.

Fasilitas lain yang bisa dipertanyakan ke pihak sekolah adalah jenis-jenis ekstra kurikuler yang diberikan oleh sekolah. Ini tentu kembali lagi terkait kesukaan atau hobby si anak.

Sebagian orang tua, bisa jadi memperhatikan toilet dari sekolah. Apakah bersih...? Apakah terpisah laki-laki dan perempuan? Bagimana tempat wudhunya? Pemeliharaannya seperti apa?  dan hal lainnya. *makasih temanku, Etta Erinda sudah mengingatkan soal penting ini.

Namun, pada prinsipnya, Fasilitas yang paling mendasar yang patut dicermati, adalah fasilitas kelas dan lapangan. Ini harus sesuai dengan biaya yang harus kita keluarkan. Perbandingan jumlah anak dengan guru, perbandingan lapangan untuk anak berkreativitas juga lapangan parkir patut dipertimbangkan.

Kita bisa mencoret banyak hal dalam urusan fasilitas ini jika keuangan kita terbatas, atau memang kita lebih mengutamakan sekolah dekat rumah. Ini hanya patut dipertimbangkan jika dana mencukupi dan hobby atau kesukaan anak harus diakomodir. Itu saja.


5. Kemudahan Bagi Adiknya Kelak


Aam menyukai TK ini karena penuh alpabet dan diskonya lumayan karena kakaknya sekolah di situ















Buatku pribadi, kemudahan bagi adik dari anak pertama untuk bisa ikut masuk ke sekolah tersebut, termasuk yang kupertimbangkan.

Misalnya, apakah sekolah TK dari yayasan SD tersebut memiliki kebijakan yang sama? Atau apakah ada potongan diskon jika adiknya satu yayasan dengan kakaknya. Atau kemudahan-kemudahan dalam urusan antar jemput dan lainnya.

Hal ini dapat diterapkan terhadap sekolah swasta sih. Kalau negeri biasanya gak gitu pengaruh. Kecuali memang, orang tua juga sudah paham dengan kondisi sekolah si kakak, sehingga bisa mengukur tingkat kebutuhan terhadap karakter si Adik. Kira-kira sekolah si Kakak dapatkah menjadi sekolah buat si Adik ?

Aku termasuk orang tua yang memikirkan hal ini. Karena putra bungsuku termasuk anak istimewa berbakat (gifted child), sehingga memiliki kebutuhan khusus. Dan sekolah tempat anak sulungku tersebut termasuk yang welcome dengan karakter anak istimewa seperti Aam. Tidak ada tes khusus dan para gurunya sejauh ini tidak keberatan mendidik Aam yang tak bisa diam dan sulit berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

Beberapa sekolah bagus lainnya kucoret dari list, karena mereka mengetes anak-anak TK sebelum masuk dan beberapa guru atau kepala sekolah berterus terang tidak menerima anak berkebutuhan.

Bagaimanapun, urusan demikian gak bisa disepelekan. Kenyamanan anak sekolah tentu harus jadi pertimbangan utama.


6. Prestasi Sekolah


Piala sebagai indikator prestasi sekolah 

Pemasangan piala di halaman masuk gedung adalah salah satu trik menarik dari Sekolah. Aku pribadi gak begitu memperhatikan piala-piala ini. Buatku ini adalah bonus dari kesepakatan diriku terhadap kondisi sekolah yang sudah kupilih menurut point-point sebelum ini.

Namun, mengetahui prestasi sekolah adalah  hal yang baik. Jika kelihatan sekolah tersebut banyak meraih prestasi di bidang olahraga, maka bisa jadi mendukung anak kita yang menyukai olahraga. Atau jika anak kita suka dunia akademik, maka melihat banyak piala di bidang akademik akan membuat kita yakin bahwa kita tak salah pilih sekolah untuk anak. Dan banyak lagi hal-hal positif yang tergambar dari piala-piala tersebut.

Hanya saranku, pastikan kalau piala-piala itu adalah wujud prestasi sekolah dalam 5 tahun terakhir. Artinya, kegiatan yang menghasilkan penghargaan prestasi itu rutin dilakukan. Serta sekolah komit dan konsisten mengirim anak didiknya atas prestasi tersebut. Ini penting, mengingat banyak sekolah yang tidak konsisten dalam mendapatkan prestasi. Kita sebagai orang tua harus waspada akan model sekolah seperti ini .



7. Kenyamanan Diri Anak 


kenyamanan.
gambar pinjem dari sini 


Untuk point terakhir ini, sifatnya sangat subyektif.

Kenapa?

Karena untuk orang-orang yang memiliki anak dengan keunikan tertentu, maka kenyamanan anak saat bersekolah harus jadi pertimbangan. Agar tidak menguras energi setiap harinya.

Aku termasuk yang memikirkan hal ini. Setiap hari kutanyakan pada anak sulungku, apakah ia merasa harinya menyenangkan hari ini saat ia bersekolah. Jika jawabanya YA dalam kurun waktu tiga bulan.... bisa jadi ia sudah merasa nyaman dengan kondisi dan pola didik sekolah.

Aku nggak bisa bayangkan, jika setiap kali pulang sekolah, anakku menangis, atau diam seribu bahasa menahan tekanan batin karena dibully, atau tak sanggup mengikuti target sekolah atau guru yang tak mau mengerti kemauannya.

Namun, untuk anak yang normal kondisinya, serta keuangan tak mencukupi bersekolah di swasta, maka bisa jadi kenyamanan anak tak terlalu  menjadi perhatian utama.

Meski, buatku, bersekolah di sebuah SD yang sekelasnya ramai itu menyenangkan. Selain biasanya deket rumah, juga banyak teman dalam satu kelas. Jika tipe anak kita senang bergaul, menyukai kelas yang ramai, tak terpecah konsentrasi saat belajar di kelas jika banyak teman, maka pilihlah sekolah model demikian. Karena anak kita akan nyaman dengan banyak teman.

Bisa jadi, akan ada orang tua yang beranggapan aku berlebihan menetapkan poin ke 7 ini sebagai salah satu hal yang patut diperhatikan saat memilih sekolah, namun bukan kewajibanku menjawab dan menjelaskan alasan detailnya. Buatku pribadi, hak memilih sekolah buat anak, tidak menjadikan kita sebagai orang tua menjadi hakim bagi pilihan sekolah oleh orang tua yang lain. |

Setiap orang tau punya ukuran terkait kenyamanan anak-anak. Dan bukan hak kita menilainya. Karena setiap anak itu dilahirkan berbeda. Hanya kemauan kita membaca kebutuhan diri anak dan berusaha obyektif untuk menilainya lah yang membantu anak tumbuh kembang dengan tepat di wadah pendidikan yang tepat untuk diri si anak.


Karenanya...

Pelajari karakter anak kita, fokus pada kenyamanan bersama serta sesuaikan dengan budget kantong, baru kita hunting sekolah. 

Happy Hunting everyone.. :) 







Monday, October 24, 2016

(Sharing Parenting) 9 Tips Terhindar Dari Panik Saat Anak Muntah-muntah

Kak Billa dirawat karena muntah2 selama 4 hari


Panik.

Dulu,  kata itu boleh dibilang merupakan nama tengahku, saking seringnya aku panik menghadapi satu persoalan yg tiba-tiba muncul di hadapan.

Apalagi,  aku baru memiliki anak,  setelah 9 tahun menikah. Anak "mahal" tersebut  kumiliki karena melalui proses pengobatan dokter yg relatif lama dan butuh biaya banyak. Akibatnya, sering kali, aku berada dalam kondisi berjaga-jaga dan waspada.

Bisa dibayangkan betapa dulu, aku acapkali panik jika anakku jatuh sakit, Apalagi sampai muntah-muntah.

Namun, setelah mengalami beragam ujian sakit pada si sulung.... mulai dari muntaber di negara orang hingga tb paru di negeri sendiri,  kemudian bertemu dokter yg tegas sekaligus membuatku jadi lebih banyak belajar tentang kesehatan  anak, akhirnya pelan-pelan kukurangi sikap panik.

Setelah punya anak ke dua yg memiliki masalah tumbuh kembang, aku semakin matang dalam menghadapi anak-anak yg sakit. Salah satunya tidak panik atau minimal mengurangi sikap panik saat mereka terserang sakit.

Salah satu sakit yg sering kali menerpa anak-anakku adalah muntah-muntah.

Baru saja putri sulungku kembali diterpa sakit yg pernah dialaminya 3 tahun lalu dan berakhir menginap ke rumah sakit. Namun alhamdulillah bisa kujalani tanpa rasa panik.

Berdasarkan pengalaman tersebut,  maka ada beberapa tips yg patut diketahui bagi para ibu,  agar terhindar dari panik.

1. Saat anak muntah, tanyakan sebelumnya apakah ada bagian yg sakit di perut. Juga pastikan mengukur suhu tubuhnya dgn termometer. Alat ukur suhu tubuh ini wajib ada di rumah.  Jika setelah muntah, perutnya tidak sakit lagi, bisa jadi hanya masuk angin belaka.
Selanjutnya, jika diikuti dengan suhu tubuh naik dan demam... maka harus waspadai, namun tetap tenang dan tak perlu panik.

2. Selalu siapkan obat penurun demam dan obat anti muntah di rumah. Terutama obat yg direkomendasikan dokter spesialis anak selama ini. Berikan obat anti muntah 30 menit sebelum makan. Dokter anak langgananku merekomendasikan Vometta sebagai merek obat anti muntah buat anak-anak.

3. Pantau terus suhu tubuhnya. Aku biasa memantau selama 72 jam sebelum kubawa ke laboratorium atau dokter anak. Jika belum 72 jam sudah stabil suhunya,  maka kemungkinan demam sudah reda dan tidak perlu ke laboratorium.

4. Pantau terus kuantitas muntahnya. Seberapa sering muntah. Masih adakah pasokan air dan sedikit makanan yg masuk?  Kemudian secara kasat mata diperhatikan... apakah anak menjadi lemas dan penidur atau masih ceria serta tidurnya cukup seperti biasa. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya dehidrasi.

5. Jika muntahnya dalam 24 jam berhenti,  teruskan bubur atau makanan lunak seharian sebelum kembali mencoba makan nasi. Hindari makanan pemicu muntah seperti yg terlalu manis atau gurih.
Oh iya, pastikan anaknya tidak mengalami batuk atau flu ya. Karena terkadang anak yg sedang batuk, juga sering muntah karena lendir di tenggorokan atau tersedak lendir sendiri. Sehingga sering muntah juga. Apabila muntahnya karena lendir, maka itu jauh lebih baik. Karena dalam muntah tersebut akan ada lendir-lendir yang menganggu anak saat beraktivitas atau tidur.

6. Namun jika muntah hanya terjadi sekali dalam 12 jam,  tapi si anak melakukan GTM atau Gerakan Tutup Mulut karena lelah muntah atau khawatir muntah lagi ,  maka perhatikan bagian bawah matanya,  jika menghitam,  kemudian sekitar puser perutnya berkerut dan terlihat males ngapa-ngapain,  maka ada kemungkinan si anak dehidrasi. Jika tetap tidak mau masuk apapun, segera bawa ke emergency di rumah sakit terdekat. Biasanya akan langsung diinfus. Dengan demikian tubuh anak akan segera mendapat bantuan cairan.

7. Jika muntah diikuti diare dan sering, maka jika pantau selama 24 jam, jika masih terus muntah dan diare... maka tak perlu menunggu lama. Segera dibawa ke emergency. Teruskan pemberian air putih bergula atau oralit jika anaknya mau.  Selalu miliki oralit di rumah. Jika anak tak suka... minimal air putih bergula diberikan sedikit demi sedikit.

8. Diingat selalu atau dicatat urutan kejadian anak muntah,  apabila akhirnya harus rawat inap. Misalnya kapan mulai muntah. Kapan ada rasa sakit di perut. Adakah batuk pileknya. Adakah demam dan kapan mulai demam. Berapa suhunya saat demam. Sampai kapan muntah terakhir. Apakah diikuti diare dst.
Dengan mengingat urutan kejadian atau mencatatnya,  memudahkan dokter mendiagnosa kondisi anak.

9. Jangan lupa, jika memang harus ke rumah sakit,  pastikan  rumah sudah terkunci kecuali jika ada yg menjaga rumah. Pakaian anak dibawa dalam tas. Juga "amunisi" agar anak tidak bosan. Seperti alat tulis dan menggambar. Juga buku bacaan,  boneka,  ataupun mainan kesukaannya. Sehingga selama menunggi proses pemeriksaan dan hasil lab,  si anak terhibur dengan permaianan kesukaannya. Anak yg tidak terlalu rewel juga membuat si Ibu menjadi lebih tenang jauh dari rasa panik.

Demikian teman-teman sekalian. Jika ada yang memiliki tambahan tips, boleh banget dishare di kolom komen  yaaa

Semoga anak-anak terhindar dari penyakit . Jikapun terkena sakit,  si Ibu tak perlu panik karena pada dasarnya , jika memiliki bekal pengetahuan kesehatan yang cukup, maka Ibu akan jauh lebih tenang.


*BSD. 17 Oktober 2016