Monday, July 29, 2013

Pamulang's One Day Story #1 : Seru aja!

gambar pinjem dari sini : http://serpongraya.files.wordpress.com/2009/07/pamulang.jpg


Siang  itu, aku harus pergi ke pusat kota Pamulang. Ibukota Kotamadya Tangerang Selatan. Di suasana puasa Ramadan, menjelang 10 hari lagi Lebaran. Ada rasa khawatir menyelinap. Karena kali ini, aku harus ke ATM mentransfer sejumlah uang. Kekhawatiran itu beralasan, karena dalam 3 hari terakhir ini, aku mendapat berita tentang kehilangan uang milik tetangga, tanteku dan teman pembantuku.

Tanteku dicopet di dalam angkot dekat Ciputat, dan kehilangan dompet serta BB nya. cara pelaku mencopet dengan melakukan "atraksi" pura-pura kena serangan jantung, dan dalam keadaan panik, si tante menyanggah tubuh si pemuda yang "terkena serangan jantung" tersebut. Ternyata, pelakunya tak dia sendiri, ada laki-laki lain yang juga penumpang, berusaha menolong juga untuk membawa pergi si pelaku. Dalam keadaan agak "hiruk pikuk" dalam angkot, si Tante tak menyangka jika dompet dan BB nya dalam tas beresleting telah lenyap. Itu juga karena diberitahu penumpang perempuan lain yang tergagap-gagap ketakutan. Uang 3 juta melayang. Uang THR untuk keluarga dan pembantunya. 

Belum lagi kisah tetanggaku yang dihipnotis di kawasan supermarket Giant Pamulang Square. Kabarnya dia kehilangan uang hampir 6 juta rupiah dan menyiksakan trauma yang mendalam, karena penghipnotisnya adalah laki-laki yang berpenampilan rapi. 

Cerita lainnya adalah dari pembantuku. Yang menceritakan kalau temannya yang juga ART baru saja terima uang THR, dan uang itu hilang lenyap di kawasan ramai (mungkin pasar) ketika ia berniat berbelanja. 

Cerita-cerita ini disampaikan padaku beberapa hari lalu. Akibatnya aku sempat kecut, ketika diminta suami yang sedang di offshore untuk ke ATM mentransfer uang untuk keluarga. 

Tapi, dengan Bismillah dan meminta perlindungan dari Allah, aku berangkat juga ke ATM. 

Siang itu cukup adem, tapi ternyata tak ada satupun ojeg yang berdiri menjual jasanya.

"Ojeg!...Ojeg!" teriakku pada dua orang pria yang ada di dekat tempat mangkal ojeg. Tapi aku dicuwekin. Tiba-tiba datang seorang pengendara motor, ternyata perempuan dan bertanya, "Mau pake ojeg, Bu?" 

Aku mengangguk ragu.

"Kalau gitu, ayo... mau kemana?" tanyanya membelokkan motor maticnya.

"Ke Gerbang Vila Dago," jawabku. Kawasan itu tempat terdekat untuk mengambil angkot dan juga menuju atm. 

"Ayo, sekalian, saya juga mau ke Kintamani. Gak usah takut, Bu. Saya biasa jualan bensin di pangkalan ojeg itu. Tapi hari ini bensinnya sudah habis, jadi saya ngojeg aja." Jelas perempuan berusia 30an tahun itu. Ia sepertinya mengerti wajah waspada dan ingin tahu yang muncul di aura mukaku.

Aku tersenyum. dan akhirnya menggunakan jasa ojeg perempuan. Ini adalah pengalaman pertama kali untukku. 

Sesampai di tempat tujuan, kuberikan ongkos jasa lebih banyak dari biasanya. Karena aku salut dengan perjuangannya mencari uang halal. 

Ketika naik angkot, kupastikan penumpangnya perempuan cukup banyak, dan aku memilih duduk di samping supir. 

"Weits! ada tivinya nih angkot!" desisku perlahan. Si Supir asyik mengikuti lagu dalam tivi tersebut. Aku tersenyum. Perjalananku sangat singkat, karena sebetulnya tidak begitu jauh posisi atm dan juga tempat tirai yang akan kutuju. Aku juga memastikan menggunakan ATM yang dekat dengan petugas keamanan (satpam) bank. Mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan.

Aku sendiri berpenampilan biasa. Pake sendal jepit, berjilbab kaos, celana panjang dan baju kaos panjang, dan tas kecil diselempang. Aku mencoba tak menjadi pusat perhatian. :) 

Kembali dari ATM, aku naik angkot lagi. Kupastikan supirnya sudah tua, dan penumpangnya banyak perempuan. Lalu aku duduk di dekat ibu-ibu yang baru saja belanja dari uang THR mereka.

Ternyata mereka sangat hebat dalam mengetahui perbedaan harga-harga barang dari satu tempat di tempat lain. Aku mendengarkan bagaimana mereka membicarakan perbedaan harga biskuit, beras dan mi instan. 

Aku sebetulnya tadi berniat  mampir ke supermarket, untuk membelikan apel buat mama. Tapi ya ampuuuun, itu yang antri di kasir, mengular panjaaaaang. Segera saja aku balik badan dan pulang. 

Sesampai di gerbang Vila Dago, aku menggunakan jasa ojeg lagi. Kali ini tukang ojegnya juga sudah berumur. 

Hemmm, aku jadi inget para orang-orang tua yang masih aktif bekerja di Singapura sebagai cleaning service. Sepertinya sekarang pun di kawasan Pamulang, mulai banyak orang-orang tua yang masih aktif bekerja.

Tak sampai 10 menit kemudian, aku sudah pulang ke rumah dengan selamat. Yup... hari itu aku merasa berkah pergi keluar rumah tanpa masalah. Terus terang, hari ini aku pun deg-degan, karena harus keluar rumah lagi, membeli sesuatu yang penting untuk di rumah. 


Mudah-mudahan hari ini baik, dan aku terhindar dari ujian dan malapetaka. Karena menjelang lebaran ini, kejahatan meningkat. Semua pencuri, perampok dan penipu berlomba-lomba mengeruk dana secara tak halal, tak perduli sekarang ini bulan Ramadan sekalipun. Yang penting bagi mereka, selama Lebaran nanti, mereka punya uang untuk berfoya-foya dan membeli barang-barang yang menyenangkan hati keluarga mereka. Tanpa peduli uangnya adalah haram. 

#sigh.... 

Friday, July 05, 2013

[Billa] Menjelang Usia ke 5 Tahun


Kakak baru usia 2 tahun, sudah bawel dan hapal huruf hijaiyah. Sekarang menjelang 5 tahun, kemampuan verbalnya makin menjadi-jadi. Alhamdulillah

Tidak terasa, beberapa minggu lagi, usia Kakak Billa akan memasuki 5 tahun. Aku mulai merasa begitu banyak perkembangan pada karakter dirinya.

Mulai yang biasanya suka ngambek, sekarang sudah nyaris terjadi.

Biasanya, sulit diajak kerjasama, sekarang sudah enak banget. Kooperatif dalam memilih channel tivi  (karena dulu selalu hanya boleh channel Disney Junior, sekarang sekali-sekali Bundanya atau Neneknya boleh lihat chanel tivi yang lain. Duh happynya...hehehe).

Juga tak susah dimintai tolong, misalnya membersihkan sendiri mainannya, ambilin diaper adeknya, atau jagain adeknya sebentar, ketika Bundanya mandi atau sholat dan banyak hal lain yang membuat Bundanya merasa lebih nyaman, paling tidak sekarang yang dihadapi tinggal fase tantrum dek Aam saja. :)

Seiring dengan perkembangan fisik (yang sudah mencapai 100 centimeter, akhirnya semeter juga tinggi si Kakak..ihihiih saking mungilnya), juga berkembang mental dan kecerdasannya.

Tak sekedar ia mulai senang tampil dan juga memadupadankan pakaiannya, Kakak juga mulai suka mengajukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban ekstra serius, agar tak salah memberi masukan.

Misalnya, beberapa hari ini, pertanyaan yang sering diajukannya adalah:

  1. Bunda suka masak gak? Nggak suka? Kenapa? Kog Nyai suka masak, tapi Bunda gak suka? Kalau Bunda gak suka masak, terus yang kasih petunjuk Kakak untuk masak siapa? *tepok jidat.  
  2. Superman itu orang islam atau bukan, Bunda? Kalau orang islam kan gak mana bisa terbang seperti itu kan Bunda? *efek dari nonton Man Of Steel...  
  3. Bunda lihat gak di tivi itu? Warna pelanginya ada tujuh. Merah, Orange, Kuning, Hijau, Biru, Ungu dan coklat. Kenapa lagu pelangi-pelangi cuma bilang "merah, kuning, hijau di langit yang biru?" *Bunda mulai meringis... 
  4. Bun... eh Bund... (ini panggilannya gak pernah utuh deh! Kalau gak Bun, Bund, atau Bun-bun... hiks). Kenapa kita harus pipis dan pup setiap hari, sih? Bikin capek bolak-balik ke kamar mandi. *Nah kalau ini Bundanya lumayan bisa jawab deh.... Sok-sok jelasin terkait metabolism tubuh dan kesehatan. Walhasil si Kakak angguk-angguk kepala. Mudah-mudahan emang ngerti, bukan sekedar toleransi ama jawaban Bundanya. hehehe  
  5. Eh Bund, ini lho yang Kakak maksud! (Si Kakak memaksa Bunda melihat tayangan tivi. Tapi Bunda asyik jawabin message temen...heheh). "Ini yang Kakak gak suka. Kalau Kakak kasih tau ke Bunda, sesuatu di tivi, Bunda lihat donk. Ini bukti kalau cerita Princess Sofia ada di dua chanel, satu di Disney junior satunya Disney chanel. Kalau Bunda gak ngelihat, gimana Bunda bisa percaya omongan Kakak!" (reaksinya luar biasa marah, matanya berair, dan kakinya mulai menghentak). *Bundanya gak enak hati dan mulai mersa bersalah deh! Buru-buru tarok hape, dan meminta maaf. Beruntung anak kecil sangat pemurah dan mudah memaafkan. Kakak biasanya langsung berlari mendekati dan memeluk diriku dan mencium pipi.  "Lain kali, langsung lihat ya Bun, kalau kakak kasih bukti!" *deuuu masih protes dikit ternyata...hehehe
Banyak lagi sebenarnya, bentuk protes dan pertanyaan-pertanyaan. Sepertinya kudu baca lebih banyak lagi dan nanya lebih dalam lagi ke teman-teman yang sudah melewati fase ini. Mudah-mudahan aku bisa mengarahkan dan memberi jawaban dengan baik dan tak menyesatkan.

Love you, Kakak. :)

Romantika Cintaku dan Dia.

Foto keluarga di studio Star PIM 


Sebelum kami berjumpa, Dia suka perempuan bermata sipit, berkulit putih dan berambut lurus.
Aku selalu memilih pria berkacamata dan bertubuh lebih tinggi dariku.
Ternyata yang dia dapatkan perempuan bermata bulat dan kabarnya tajam, berkulit gelap dan rambutnya ikal. Sementara aku, jatuh hati pada keindahan mata yang belum tertutup kaca dengan postur tubuhnya yang lebih pendek dariku.

Dia nyaris tak pernah menyela orang tua, dan nada suaranya tak pernah tinggi, apalagi jika bicara pada orangtuanya dan orangtuaku.
Sementara aku? Sering kesulitan mengontrol tone suara jika bicara pada mama papa dan suka menyela pembicaraan.
Akhirnya, dia juga bisa marah dengan suara tinggi, terutama ketika  aku tak mampu mengontrol diri. Lalu, aku? Mulai belajar merendahkan suara dan mengurangi kebiasaan memotong omongan kalau orang tua dan dia berbicara. Susah, tapi bisa.

Dia selalu mengukur semua hal dengan kepastian. Sudah jamak jika ia memasang sesuatu di dinding, maka ia menggunakan alat ukur yang memastikan semuanya lurus, seimbang dan tepat pada tempatnya.
Sementara aku? Yang terpikir, hanyalah … yang penting dipasang. Atau yang penting semua tersusun. Tak peduli ukuran, letak atau keseimbangan.

14 tahun berlalu, membuat ia masih tetap bekerja dengan caranya, namun terkadang ia harus mengakui, cara demikian cukup menghabiskan waktu. Hingga akhirnya, sekali dua kali, ia menerima kenyataan jika ada pajangan, gambar atau sesuatu yang menempel di dinding yang tak rapi, namun terpasang. 

Pola kerjanya rapi, bahkan menyusun baju di lemari dan koper untuk berpergian pun terukur.
Jangan tanya tentang aku. Biasa menulis dengan tumpukan buku di sekitar, mengambil baju dengan menarik yang aku suka serta memasukkan baju dalam koper hingga padat sepadat-padatnya.

Bertahun beradaptasi, akhirnya ia menerima fakta, ada kalanya waktu tak berpihak padanya. Karena pekerjaan sering kali membuatnya tak sempat menyusun rapi semuanya. Ia harus menelpon dari jarak jauh, memastikan koper sudah siap sebelum berangkat. Tak bisa lagi mengomel melihat tumpukan buku, kertas dan alat tulis, karena menyimpan puluhan hingga ratusan kalimat untuk buku-bukuku. Semuanya tak rapi, meski aku berusaha, jika luang, kukembalikan pada tempatnya. Meski sangat jarang itu terjadi. Namun Dia tahu, menulis adalah duniaku, sama seperti aku tahu, pergi jauh meninggalkan keluarga sudah menjadi rutinitas pekerjaannya. Jadilah, kami tak saling menuntut. 

Bahkan, tadi malam, ketika makan sepiring rujak potong di Kafe Betawi menjelang nonton Man of Steel, ia memilih buah-buah yang ia suka saja. Sementara aku, tak perduli buah apa yang kuambil dan masuk ke dalam mulutku. Baginya, ia harus menyiapkan mental untuk rasa buah yang dimakannya. Sementara bagiku, kombinasi buah-buahan yang tak terduga rasanya, memberikan sensasi dan keunikan sendiri ketika menikmati kunyahan rujak di mulutku.  
Demikian pernikahanku. Bak utara dan selatan... bak sepasang rel kereta... tak pernah sama... tapi satu arah. Tak pernah satu rasa, tapi berniat indah nan rata. 

Baru 14 tahun. Adaptasi dilakukan, tanpa pernah putus.

[Aam] Setahun Usiamu...

Setahun sudah... :) 




Tahun lalu.... dini hari, aku menuntaskan pendengaranku pada juz terakhir ayat-ayat Allah.
Kutarik udara perlahan memenuhi paru-paru, meski bukan oksigen 100 persen segar yang kuhisap, karena pendingin udara kamar rumah sakit yang menggantikannya.

"Sudah subuh?" bisik suami perlahan.

Aku mengangguk.

Jantungku kembali berdegup lebih kencang dari biasanya.

Tak lama, wajah suster yang berdinas pagi menyelinap di antara tirai penutup tempat tidurku.

"Selamat pagi, Bu. Sudah siap? Sebentar lagi, saya bawa kursi rodanya ke mari ya..." Seutas senyum tulus meniti wajahnya.

Aku mengangguk.

Tarikan nafasku makin menderu.

Ini adalah kali ke dua aku akan menjalani operasi caesar. Jika dulu dilakukan, di luar jadwal dan keadaan, sehingga tak cukup waktu bagiku menyiapkan mental, hingga pasrah menjalaninya.
Namun, saat ini, aku yang memilih tanggal 20 Maret 2012, untuk menerima kehadiran putra ke duaku. Mental yang kukira telah siap, ternyata malah memompa derap jantung karena harus menjalani pengalaman operasi caesar kembali. Bayangan proses operasi dan setelahnya yang tak akan nyaman dalam hitungan minggu, berkelebat memenuhi otak dan pikiranku.

Jadi Ibu Memang Tak Boleh Panik


Ayah, Aam dan Billa, beberapa bulan yang lalu :) 


Aku tak pernah berpikir, jika cuaca teramat terik di hari Kamis, 14 Maret 2013 beberapa hari lalu, akan menjadi awal “hebohnya” hari-hariku berikutnya.

Seperti biasa, kujemput putriku, Kakak Billa, dengan menggowes sepeda. Lokasi sekolah relatif cukup dekat. Cukup 5 menit mengendarai sepeda, aku sudah tiba di Al-Zahra Villa Dago Pamulang. Kukenakan topi pada Billa. Peluh mengalir cukup deras di tubuhku. Pertanda matahari menjelang 12 siang itu memang tak begitu bersahabat.

Billa sendiri terlihat agak rewel, karena sesampai di rumah, ia tak begitu ceria, namun tetap bersedia main bersama Najwa –putri Lilis pembantuku- beberapa saat menjelang makan siang.

Nafsu makan Billa mendadak hilang, meskipun soto betawi kegemarannya yang kusajikan. Namun, aku tak pernah terpikir, jika suhu tubuh Billa merambat naik.

Ketika jam 2 pagi, Billa mulai rewel, tidurnya tak nyenyak, dan mengeluh terus. Aku yang terlelap dan sangat mengantuk, karena harus mengurus Aam yang tak sembuh batuk pileknya, merasa terganggu. Terus terang, jika ingat sikapku malam itu, menyesal sekali rasanya, karena nada suaraku meninggi.

“Kakak, tidur donk… sudah malam! Apalagi yang dikeluhkan?” bentakku dengan kesal. Kepalaku mulai pusing.

Tapi, Billa masih mengeluh. Aku menyentuh tubuhnya. Niatku adalah menyuruhnya diam. Aku kaget, mendapati suhu tubuhnya panas sekali. Buru-buru, kuambil termometer dan mengukur suhunya.

“MasyaAllah, 39,5 derajat!” Aku segera mengambil obat turun panas, agar Billa bisa tidur lebih nyaman. Memberinya obat bukan perkara sulit. Ia meminumnya dan segera berbaring.

Keesokan paginya, kubangunkan si Kakak untuk sekolah.

“Darah?!”

Aku panik, melihat tetesan darah di sekitar kepala Billa. Segera kuperiksa hidungnya, dan ternyata mengalir dari hidung Billa. Ini pertama kali aku melihat mimisan sebagai akibat suhu tubuh tinggi. Billa kusuruh berbaring terlentang, perlahan kubersihkan lubang hidungnya. Kakak Billa izin sekolah hari itu juga.

[Billa] Mengenal 4 huruf


Kakak "membaca" gambar
@trans hotel


Aku tidak pernah memaksa Billa (4 tahun 4 bulan) untuk membaca di usia dini. Namun, acap kali aku memegang buku, Billa akan aku ikutsertakan dalam dunia buku.

Namun, 2 bulan terakhir ini, aku terpikir untuk mengajarinya membaca. Karena sejak usia 2 tahun, Billa sudah mengenal huruf latin dan huruf hijaiyah. Sayangnya, aku kurang maksimal mengajak Billa untuk mengingat-ingat dan mengenal kembali huruf hijaiyah. InsyaAllah ini akan menjadi PR besar untukku, agar Billa bisa mengaji lebih baik di tahun 2013 ini.


Kembali ke masalah belajar membaca, karwna aku sudah bosan mengajarinya, dan dia terlihat tidak tertarik. Maka sudah lebih 3 minggu ini, tak pernah aku ajak belajar membaca lagi. Aku kembali pada prinsip, jika tak nyaman untuk anak, ya sudah. Ikuti saja maunya. 



Entah mendapat pencerahan dari mana, tahu-tahu malam tanggal 3 Januari 2013, si Kakak (demikian biasanya aku memanggil Billa) memintaku untuk memegang setumpuk flash card yang ia punya. Lalu sambil bermain, melempar dan juga menduduki flash card itu, ia mengajakku mengeja kata-kata.


Alhamdulillah, tak pernah mengira.

Akhirnya, si Kakak bisa mengeja kata dengan 4 huruf, sedikit sulit untuk 5 huruf dan mulai belepotan untuk 6 huruf ke atas.

Tak apa,... bagiku ini sebuah kemajuan yang sangat mengejutkan. Mudah-mudahan, hari-hari berikutnya, Kak Billa akan selalu bermain dengan kata-kata, mencintai kata-kata tersebut dan suatu hari kelak, merangkai kata-kata dalam tulisan. Amin. 




Medio Awal Januari.